Sabtu, 02 Januari 2016

Anemia

Anemia - Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Di Indonesia, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Hal itu pernah ditunjukkan Depkes (2005) di mana penderita anemia pada remaja putri berjumlah 26,50%; wanita usia subur (WUS) 26,9%; ibu hamil 40,1%; dan anak balita 47,0%. Tidak jauh berbeda dengan pernyataan WHO Regional Office SEARO yang menyatakan bahwa 25-40% remaja putri menjadi penderita anemia defesiensi zat besi tingkat ringan sampai berat prevalensi anemia remaja putri di Indonesia adalah 57,1% (Sunarko, 2002).
Anemia Pada Anak

Anemia Pada Remaja
Oleh karena itu, sasaran program perbaikan gizi pada kelompok remaja putri dianggap strategis dalam upaya memutus ssimpul siklus masalah gizi. Ditambah pula masa remaja merupakan suatu masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Kurniawan, 2002). Pada masa ini terjadi perubahan yang pesat (adolescence growth spurt), sehingga memerlukan zat-zat gizi yng relatif besar jumlahnya (Sediaoetama, 2000). Apalagi remaja putri akan mengalami masa persiapan menjadi ibu (Sayogo, 2000).

Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah dari normal. Pada pria, hemoglobin normal adalah 14-18 gr % dan eritrosit 4,5-5,5 jt/mm. Sedangkan pada wanita, hemoglobin normal adalah 12-16 gr % dengan eritrosit 3,5-4,5 jt/mm. Fungsi hemoglobin dalam darah adalah mengikat oksigen di paru-paru dan melepaskannya di seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan, kemudian mengikat CO2 dari jaringan tubuh dan melepaskannya ke paru-paru. Di samping kekurangan zat besi, nilai hemoglobin yang rendah dapat disebabkan kekurangan protein atau vitamin B6 (Almatsier, 2001). Yang harus diingat adalah nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal kekurangan zat besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui berat ringannya anemia.

Pada umumnya, anemia lebih sering terjadi pada wanita dan remaja putri dibandingkan dengan pria. Yang sangat dissayangkan adalah kebanyakan penderita tidak tahu atau tidak menyadarinya. Bahkan ketika tahu pun masih menganggap anemia sebagai masalah sepele. Remaja putri mudah terserang anemia karena:

  • pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak mengonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi;
  • remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan;
  • setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang dieksresi, khususnya melalui teses (tinja);
  • remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi kurang lebih 1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria.
Mencegah anemia bagi remaja putri menjadi sangat penting, karena nantinya wanita yang menderita anemia dan hamil akan menghadapi banyak resiko, yaitu:
  • abortus;
  • melahirkan bayi dengan berat lahir rendah;
  • mengalami penyulit lahirnya bayi karena rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik ataupun karena tidak mampu meneran;
  • pendarahan setelah persalinan yang sering berakibat kematian;
Upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:
  • Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).
  • Banyak makan makanan sumber vitamin C yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerpan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
  • Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
  • Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasi ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
Menurut DeMaeyer (1995), pencegahan adanya anemia defesiensi zat besi dapat dilakukan dengan empat pendekatan dasar yaitu sebagai berikut:
  1. Memperkaya makanan pokok dengan zat besi, seperti: hati, sayuran berwarna hijau, dan kacang-kacangan. Zat besi dapat memabntu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru.
  2. Pemberian suplemen tablet zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri, untuk mencegah dan menanggulangi masalah anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi.
  3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji (fast food) dapat memengaruhi pola makan remaja (Khomsan, 2003). Makanan siap saji umumnya rendah zat besi, kalsium, riboflavin, vitamin A, dan asam folat. Makanan siaap saji mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan natrium yang tinggi (Spear, 2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar